Memahami Fidusia: Saat Barang Jadi Jaminan, Tapi Tetap Bisa Anda Pakai

40 Views
7 Min Read
7 Min Read

Pernahkah Anda membeli motor atau mobil secara kredit? Jika ya, Anda pasti tidak asing dengan proses di mana kendaraan bisa langsung Anda bawa pulang, tetapi BPKB-nya ditahan oleh perusahaan pembiayaan (leasing). Nah, mekanisme inilah yang disebut jaminan fidusia. Sederhananya, fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan sebuah barang atas dasar kepercayaan, dengan syarat barang tersebut tetap bisa Anda gunakan atau kuasai.

Ini adalah solusi cerdas dalam dunia keuangan. Bagi Anda sebagai peminjam (debitur), Anda bisa tetap produktif menggunakan aset yang Anda beli. Sementara bagi pemberi pinjaman (kreditur), mereka mendapatkan jaminan hukum yang kuat atas dana yang mereka pinjamkan. Jadi, ini adalah situasi yang saling menguntungkan, di mana fidusia bertindak sebagai pelindung bagi kedua belah pihak.

Apa Sebenarnya Fidusia Itu?

Secara etimologi, kata “fidusia” berasal dari bahasa Romawi “fides” yang berarti kepercayaan. Ini sejalan dengan definisinya dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang menjadi landasan hukum utama di Indonesia.

Menurut UU tersebut, fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan, di mana benda tersebut tetap dalam penguasaan pemiliknya.

Dalam perjanjian fidusia, ada dua pihak utama yang terlibat:

  • Pemberi Fidusia, yaitu Anda sebagai debitur atau pemilik barang yang menjaminkan asetnya.
  • Penerima Fidusia, yaitu kreditur atau lembaga pembiayaan yang menerima hak kepemilikan sebagai jaminan atas utang.

Contoh paling mudah adalah kredit mobil. Saat Anda membeli mobil, Anda adalah Pemberi Fidusia. Perusahaan leasing adalah Penerima Fidusia. Mobilnya Anda pakai untuk aktivitas sehari-hari, tetapi secara hukum, hak kepemilikan BPKB-nya ada pada leasing sampai cicilan lunas.

Proses Fidusia: Tak Bisa Sembarangan

fidusia adalah
Ilustrasi perjanjian kredit

Agar sah dan memiliki kekuatan hukum, perjanjian fidusia tidak bisa dibuat asal-asalan. Ada prosedur yang harus diikuti.

1. Wajib Dibuat dengan Akta Notaris

Perjanjian pembebanan jaminan fidusia harus dibuat dalam bentuk akta notaris dan menggunakan bahasa Indonesia . Akta ini berfungsi sebagai bukti otentik yang mencatat semua detail penting, seperti:

  • Identitas Pemberi dan Penerima Fidusia.
  • Data perjanjian pokok (misalnya, perjanjian kredit).
  • Uraian lengkap mengenai benda yang dijaminkan.
  • Nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi objek jaminan.

2. Harus Didaftarkan

Setelah akta notaris dibuat, kreditur (Penerima Fidusia) wajib mendaftarkannya ke Kantor Pendaftaran Fidusia, yang kini bisa diakses secara online melalui sistem Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM . Pendaftaran ini penting untuk “mengumumkan” kepada publik bahwa aset tersebut sedang menjadi jaminan.

3. Terbitnya Sertifikat Jaminan Fidusia

Setelah pendaftaran berhasil, akan terbit Sertifikat Jaminan Fidusia. Sertifikat ini bukan dokumen biasa. Di dalamnya tercantum kalimat sakti: “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” . Kalimat ini memberikan sertifikat tersebut kekuatan eksekutorial, yang artinya setara dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Fidusia vs. Gadai: Jangan Sampai Tertukar

jaminan fidusia adalah
Ilustrasi kendaraan yang menjadi objek jaminan fidusia

Meskipun sama-sama merupakan lembaga jaminan, fidusia dan gadai memiliki perbedaan mendasar. Memahaminya akan membantu Anda mengenali hak dan kewajiban masing-masing.

Aspek PerbedaanJaminan FidusiaGadai
Penguasaan BarangBarang tetap dikuasai oleh debitur (pemilik).Barang harus diserahkan dan dikuasai oleh kreditur.
Dasar HukumUU No. 42 Tahun 1999.Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
FormalitasWajib dibuat dengan akta notaris dan didaftarkan.Tidak memerlukan proses pendaftaran formal.
Objek JaminanBenda bergerak (berwujud/tak berwujud) dan benda tak bergerak tertentu (yang tak bisa diikat Hak Tanggungan).Umumnya hanya benda bergerak berwujud.

Singkatnya, jika Anda menggadaikan emas, maka emas tersebut harus Anda serahkan ke pegadaian. Namun, jika Anda mem-fidusia-kan motor, motornya tetap bisa Anda pakai untuk bekerja.

Jika Terjadi Wanprestasi (Gagal Bayar)

Inilah bagian yang paling sering menjadi sumber konflik: eksekusi atau penarikan jaminan ketika debitur gagal bayar (wanprestasi). Dulu, proses ini sering diwarnai penarikan paksa di jalan. Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya telah memperjelas aturannya untuk melindungi konsumen.

Jika debitur wanprestasi, kreditur tidak bisa serta-merta menarik paksa barang jaminan. Prosedur yang harus ditempuh adalah:

  1. Pemberian Surat Peringatan (Somasi): Kreditur harus memberikan peringatan tertulis terlebih dahulu kepada debitur.
  2. Musyawarah dan Kesepakatan: Idealnya, kedua pihak berdiskusi untuk mencari solusi. Eksekusi bisa dilakukan jika ada kesepakatan bersama mengenai “cidera janji” dan debitur secara sukarela menyerahkan barang jaminannya.
  3. Eksekusi Melalui Pengadilan: Jika tidak ada kesepakatan atau debitur menolak menyerahkan barang secara sukarela, kreditur wajib mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan negeri. Pengadilanlah yang akan memerintahkan penyitaan, bukan debt collector secara sepihak.

Setelah barang berhasil dieksekusi, pelunasan utang bisa dilakukan melalui penjualan lelang umum atau penjualan di bawah tangan (penjualan langsung) jika disepakati oleh kedua belah pihak untuk mendapatkan harga terbaik.

Larangan dan Sanksi dalam Fidusia

Hukum fidusia juga menetapkan beberapa larangan tegas untuk melindungi semua pihak.

  • Bagi Pemberi Fidusia (Debitur): Dilarang mengalihkan, menggadaikan ulang, atau menyewakan objek yang sudah dijaminkan fidusia tanpa izin tertulis dari kreditur. Melanggarnya bisa diancam pidana penjara hingga 2 tahun dan denda hingga Rp50 juta.
  • Bagi Penerima Fidusia (Kreditur): Dilarang melakukan eksekusi sewenang-wenang tanpa mengikuti prosedur hukum yang berlaku.

Tantangan di Lapangan

Meskipun aturannya sudah jelas, penerapan fidusia masih menghadapi beberapa masalah. Hakim Agung Sudrajad Dimyati pernah memaparkan beberapa di antaranya, seperti masih adanya kreditur yang tidak mendaftarkan fidusia untuk menghindari biaya, atau melakukan eksekusi yang tidak sesuai prosedur. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang cara mengecek status fidusia suatu barang juga menjadi tantangan tersendiri.

Pada akhirnya, fidusia adalah instrumen hukum yang canggih dan sangat penting untuk mendukung roda perekonomian. Ia memberikan rasa aman bagi lembaga pembiayaan untuk menyalurkan kredit, sekaligus memberi ruang bagi masyarakat untuk memperoleh barang yang dibutuhkan tanpa harus kehilangan hak pakainya. Kuncinya adalah pemahaman yang baik dari kedua belah pihak mengenai hak, kewajiban, dan prosedur yang diatur dalam undang-undang.

Share This Article