Mendengar istilah debt collector, atau yang akhir-akhir ini populer dengan sebutan DC, banyak yang langsung membayangkan sosok seram berbadan tegap yang datang untuk menagih utang dengan paksa. Gambaran ini tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya benar.
Pada dasarnya, debt collector adalah profesi. Mereka adalah pihak ketiga yang ditunjuk secara resmi oleh kreditur, seperti bank, perusahaan leasing, atau penyedia pinjaman online, untuk menagih utang yang pembayarannya sudah terlambat.
Mereka tidak muncul begitu saja. Biasanya, jasa mereka baru digunakan ketika seorang debitur (peminjam) sudah masuk dalam kategori kredit macet, yaitu saat tunggakan pembayaran sudah melewati batas waktu tertentu, sering kali lebih dari enam bulan. Jadi, tugas mereka adalah menjadi jembatan antara kreditur yang ingin dananya kembali dan debitur yang kesulitan membayar.
Sejarah Singkat Profesi Penagih Utang: Lebih Tua dari yang Anda Kira
Mungkin terdengar modern, tetapi profesi penagih utang sebenarnya adalah salah satu pekerjaan tertua di dunia. Jejaknya bisa ditelusuri hingga 5.000 tahun yang lalu, pada masa peradaban kuno.
Kala itu, pemerintah di negara-kota (city state) perlu memungut pajak dari warganya untuk menjaga stabilitas ekonomi dan keamanan. Karena keterbatasan pegawai, pemerintah sering kali menugaskan pihak ketiga untuk menarik pajak tersebut. Konsep yang sama juga berlaku untuk transaksi utang-piutang antar individu.
Meskipun sistem ekonomi telah berevolusi dari barter ke uang, kebutuhan akan pinjaman dan risiko kredit macet tetap ada. Inilah yang membuat profesi penagih utang terus bertahan dan beradaptasi hingga hari ini.
Legal di Mata Hukum, Tapi Ada Aturannya!
Banyak yang bertanya, apakah debt collector itu legal di Indonesia? Jawabannya adalah ya, profesi ini legal dan diakui oleh hukum. Namun, legalitasnya datang dengan serangkaian aturan main yang sangat ketat.
Dasar hukum utama mereka adalah perjanjian pemberian kuasa yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Selain itu, operasional mereka diawasi secara ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) melalui berbagai peraturan, di antaranya:
- Peraturan OJK (POJK) Nomor 35/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
- Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/2022 tentang Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi Informasi.
- Surat Edaran OJK (SE OJK) Nomor 19/2023.
- Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No. 14/17/DASP tentang Penagihan Utang Kartu Kredit.
Peraturan-peraturan ini memastikan bahwa perusahaan pembiayaan yang menggunakan jasa penagihan harus bertanggung jawab penuh atas tindakan para penagihnya .
Kode Etik Penagihan: Ini yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan
Citra buruk debt collector sering kali muncul dari oknum yang tidak mematuhi aturan. Padahal, seorang penagih profesional wajib tunduk pada kode etik yang jelas.
Syarat Wajib Seorang Debt Collector Profesional:
- Harus Bersertifikat: Mereka wajib mengantongi Sertifikasi Profesi Penagihan Pembiayaan (SP3) yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi profesi terdaftar di OJK. Ini membuktikan mereka telah mendapat pelatihan yang memadai.
- Bernaung di Bawah Badan Hukum: Jasa penagihan harus berbentuk badan hukum, seperti PT atau koperasi, dan memiliki izin resmi.
- Membawa Dokumen Lengkap: Saat bertugas, mereka harus selalu membawa kartu identitas resmi, surat tugas dari perusahaan pembiayaan, dan bukti sertifikasi profesi.
Larangan Keras dalam Penagihan:
- Tidak Boleh Ada Kekerasan: Dilarang keras menggunakan tekanan, ancaman, atau kekerasan, baik secara fisik maupun verbal.
- Tidak Boleh Mempermalukan: Dilarang menggunakan kata-kata kasar, merendahkan martabat, atau menyangkutpautkan Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).
- Tidak Boleh Menyita Paksa: Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, debt collector tidak boleh menarik atau menyita barang jaminan (seperti kendaraan) secara paksa di jalan. Eksekusi jaminan fidusia harus melalui putusan pengadilan atau dilakukan atas dasar kesukarelaan debitur yang menyerahkan barangnya.
- Tidak Boleh Sebar Data: Dilarang menyebarkan informasi mengenai utang debitur kepada pihak lain yang tidak berkepentingan, seperti keluarga, atasan, atau rekan kerja.
Aturan Waktu dan Tempat:
- Penagihan langsung hanya boleh dilakukan pada jam wajar, yaitu pukul 08.00 pagi hingga 20.00 malam waktu setempat.
- Penagihan harus dilakukan di alamat penagihan yang terdaftar atau domisili debitur, bukan di tempat kerja atau tempat umum lainnya, kecuali atas persetujuan debitur.
Di Balik Citra Seram: Tugas dan Peran yang Tak Terlihat
Pekerjaan debt collector tidak sesederhana “datang, tagih, pulang”. Di balik layar, ada proses dan peran kompleks yang mereka jalankan.
Bukan Sekadar Penagih Lapangan
Proses penagihan biasanya bertahap. Awalnya, ada tim desk collection yang bertugas mengingatkan debitur melalui telepon, email, atau surat. Jika cara ini tidak berhasil, barulah field collector atau penagih lapangan turun tangan untuk melakukan kunjungan langsung.
Peran sebagai Negosiator dan Mediator
Debt collector yang profesional juga berperan sebagai negosiator. Mereka bertugas mendengarkan kesulitan debitur dan mencoba mencari solusi pembayaran yang bisa disepakati kedua belah pihak, seperti penjadwalan ulang cicilan atau restrukturisasi utang. Dengan pendekatan yang manusiawi, mereka bisa membantu menjaga hubungan baik antara kreditur dan pelanggan.
Pentingnya bagi Perekonomian
Secara makro, mereka memegang peran vital dalam menjaga kesehatan sistem keuangan. Dengan memastikan utang kembali, mereka membantu meningkatkan likuiditas dan mengurangi risiko kerugian perusahaan, yang pada akhirnya mendukung stabilitas ekonomi.
Mitos vs. Fakta: Meluruskan Kesalahpahaman
Banyak mitos yang beredar di masyarakat. Mari kita luruskan beberapa di antaranya.
Mitos | Fakta |
---|---|
Selalu kasar dan mengancam. | Tidak semua. Debt collector profesional terikat kode etik ketat yang melarang intimidasi. Mereka dilatih untuk bernegosiasi. |
Boleh datang kapan saja dan di mana saja. | Salah. Penagihan dibatasi waktu (08:00-20:00) dan hanya di alamat yang terdaftar, bukan di kantor atau tempat umum. |
Bisa langsung merampas motor/mobil di jalan. | Ilegal. Penyitaan jaminan harus melalui prosedur hukum atau atas dasar penyerahan sukarela dari debitur. Perampasan paksa adalah tindak pidana. |
Semua penagih utang adalah preman. | Tidak benar. Ini adalah profesi yang membutuhkan sertifikasi. Banyak dari mereka yang bekerja secara profesional, dan tak sedikit yang merasa pekerjaannya berat secara emosional. |
Ketika Debt Collector Melanggar Batas: Apa yang Harus Dilakukan?
Jika Anda berhadapan dengan debt collector yang bertindak di luar aturan, jangan panik. Anda memiliki hak dan perlindungan hukum.
- Tetap Tenang dan Minta Identitas: Hadapi dengan tenang dan jangan terpancing emosi. Mintalah mereka menunjukkan kartu identitas, surat tugas resmi, dan sertifikat profesi penagihan. Jika mereka tidak bisa menunjukkannya, Anda berhak menolak untuk berbicara lebih lanjut.
- Rekam Percakapan: Jika mereka mulai mengancam atau berkata kasar, rekam interaksi tersebut sebagai bukti. Ini bisa menjadi alat bukti yang kuat jika Anda perlu melapor.
- Jangan Serahkan Barang: Ingat, mereka tidak berhak mengambil paksa aset Anda. Jangan serahkan kendaraan atau barang berharga lainnya di bawah tekanan.
- Laporkan ke Pihak Berwajib: Jika terjadi kekerasan, ancaman, atau perampasan, segera laporkan ke kantor polisi terdekat. Tindakan tersebut bisa dijerat pasal pidana, seperti Pasal 365 KUHP (pencurian dengan kekerasan) atau Pasal 335 KUHP (perbuatan tidak menyenangkan).
- Adukan ke Kreditur dan OJK: Laporkan perilaku buruk tersebut kepada perusahaan pembiayaan yang menugaskan mereka. Kreditur bertanggung jawab penuh atas tindakan penagihnya. Anda juga bisa membuat pengaduan resmi ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menggugah Empati: Memahami Peran dan Tanggung Jawab Debt Collector
Debt collector bukanlah sekadar sosok yang menagih utang; mereka adalah bagian dari sistem keuangan yang kompleks, dengan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekonomi. Namun, di balik tugas mereka, ada cerita manusiawi yang sering kali terabaikan—tentang perjuangan, tekanan, dan stigma yang mereka hadapi.
Sebagai masyarakat, kita perlu memahami bahwa setiap profesi memiliki tantangan dan tanggung jawabnya sendiri. Dengan mematuhi aturan dan etika, serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, profesi ini dapat menjadi lebih baik dan lebih diterima.
Mari kita jadikan pemahaman ini sebagai langkah awal untuk menciptakan hubungan yang lebih harmonis antara kreditur, debitur, dan penagih utang. Karena pada akhirnya, solusi terbaik selalu lahir dari empati dan kerja sama.